Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2014

Seperti Namamu

Seperti namamu Mengalir dingin setiap saat Suara gemericik yang jarang sampai di telinga Seperti namamu Penuh warna sepanjang pandangan Bayang keindahan yang jarang tertangkap mata Namun kesejukan di hati tak bagai raga merasa Keindahan di mata nyaris lenyap seketika Manakala tak tertangkap bayangnya Semoga sendiri tak berarti sunyi Melainkan menunggu kembalinya sesuatu yang hilang Semoga khayal tak menjadi angan Melainkan sebuah inspirasi Namamu Menjadi sebab bahagia Namamu Menjadi alasan bersyukur pada Sang Pencipta   19 Oktober 2014  

Warnasari

Gedung perlambang ramai Saat gelap masih menyelimuti Pagi menyapa dengan manis Mengijinkan segala sesuatu terjadi Setiap empat mata perlahan berlalu Menempuh tujuan mulia Nun jauh di tempat yang terbayang keindahannya Lalu sunyi kembali menghampiri Senyum pagi telah berlalu Terganti hangatnya terik matahari Dalam penantian yang tak pasti Dan harapan yang tak tentu Tak terduga, tak ada usaha Meski dengan tak tentu rasa Angin membawaku ke tempat itu Masih dengan rasa yang tak menentu Lalu lalang si tubuh besar beroda Hiruk pikuk manusia Lampu kepatuhan Tak menyurutkan semangat Maju dengan rasa bahagia Terasa ringan ribuan langkah Terasa hangat radiasi matahari Untuk hal yang dinanti sejak lama Kala pepohonan mulai menyambut Berjajar dengan indahnya Dan hamparan air begitu luas Bahagia tak bisa lagi terbendung Angin membawaku terus melaju Menempuh jalan terjal nan berkelok Tak ada   cemas, tak ada keluh kesah

Awal yang Indah

Purnama dua malam telah terlewati Kini bentuknya tak sempurna Namun tetap indah Entah mengapa             Debu kemarau tertiup angin             Menyentuh raga-raga penuh tekanan             Tengah mengucap janji             Menguji rasa peduli Lilin-lilin menjadi saksi Ketegaran Ketegasan Keberanian               Bersama simbol yang melekat di tangan             Bersama itu pula tanggungjawab dipikul Loyalitas adalah bukti Loyalitas adalah hadiah terindah Semoga akan kami dapatkan            

Angan Tertiup Angin

Terang benderang bagai pelita Justru saat kelabu menghapus biru Yang dinanti telah datang Yang ditunggu telah tiba           Kadang asa ingin meronta           Menghindar jauh Membuang rasa Senyap sendiri Jemari menuliskan angka Dalam hingar bingar manusia Angan tertiup angin Hingga tak ada lagi harapan                                        

Tahayul Membawa Kemunduran, Ilmiah Membawa Kemajuan

              Terinspirasi dari seorang dosen yang mengatakan, “Ketika orang Jerman melihat kondisi tepi pantai, dibuatlah turbin angin yang berjajar dan mampu memenuhi kebutuhan energi listrik masyarakat. Ketika orang Indonesia melihat kondisi tepi pantai, dibuatlah film Nyi Roro Kidul”. Sebenarnya hal itu hanya sebuah candaan untuk ‘menampar’ dan menyindir orang-orang Indonesia yang seringkali tak bisa memanfaatkan potensi yang dimiliki. Untuk itulah, mahasiswa seperti kami diharapkan setelah lulus dapat memberi kontribusi untuk kemajuan teknologi di Indonesia.  Dari fenomena tersebut, dapat kita sadari bahwa cara berpikir bangsa kita memang belum ilmiah, meski tidak seluruhnya. Banyak hal yang membuat itu terjadi. Ketidaktahuan, kepentingan, hedonisme, doktrin, malas berpikir, tidak peduli terhadap nasib bangsa, dll. Sehingga, benar adanya bahwa dengan kekayaan alam yang melimpah, kita belum bisa menjadi negara yang maju.               Berpikir takhayul pada dasarnya sama