Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2015

Air Mata yang Berharga

  “Kala matanya berkaca-kaca dan air mata tertahan di sudut mata, kala itulah kami tahu betapa besar ketulusannya”  Aku tak pernah menyukainya. Aku dan teman-teman selalu mengejeknya. Dia yang kumaksud adalah seorang dosen mekanika fluida yang sudah tua renta tapi memaksakan diri mengajar di sebuah perguruan tinggi tempatku menimba ilmu. Hal menyebalkan pertama darinya adalah selalu tiba di kelas sebelum waktunya. Pagi-pagi sekali, sebelum semua mahasiswa tiba, bapak dosen yang satu ini selalu sudah duduk manis menunggu kami dan menatap setiap tempat duduk mahasiswa. Bisa kubayangkan, mungkin ketika masih muda, tatapannya sangat tajam. Kebetulan aku termasuk mahasiswa yang hadir lebih awal saat itu. Baru hadir sepuluh orang dari tiga puluh orang. Dan mungkin hanya dua dari sepuluh orang yang betul-betul ingin mengikuti mata kuliah ini. Aku tidak termasuk dua orang itu. Kedua, kami tak pernah mengerti apa yang disampaikannya. Kami pikir karena cara bicaranya yang kurang jel

Tanpa Ragu

Berlari beriringan Di sampingnya adalah keindahan Hijau dedaunan Tercipta kebahagiaan Terlalu indah untuk dirusak Terlalu berharga untuk dilepas Jahat nian berkhianat Jahat nian mencipta luka Menjaga hati adalah syukurku Tetap disampingmu Tanpa ragu Hingga tiba waktuku

Syukur

Matahari terbit dan terbenam Syukur tak hanya melihat keindahan Tapi menjadikannya jalan Untuk problematika manusia Hembusan angin Syukur tak hanya merasakan semilir Tapi menjadikannya berarti Untuk kebahagiaan hakiki Karena syukur tak sekedar berucap terimakasih Tapi membuat karya dari diri Atas anugrah yang diberi Untuk menggapai kebahagiaan abadi Bandung, 03 Februari 2015

Dia Tersenyum

Cerpen #4 “Terjadi kapan saja dan kepada siapa saja. Cinta memang tak terduga” Seperti biasa, aku berangkat bersama Irsa dan selalu berpisah di koridor depan masjid jika hari Kamis. Di pertigaan koridor, dia belok ke kanan menuju laboratorium sedangkan aku belok ke kiri menuju kelas. Seseorang yang tampak sedang menunggu Irsa langsung menghampiri saat Irsa tiba di belokan. Dia terlihat sangat cemas dan terburu-buru, tapi masih tetap tampan dan memesona seperti biasa. Rasanya tak ingin berlalu dari Irsa. Rasanya ingin satu kelas dengan Irsa agar bisa memandang laki-laki itu setiap saat. Di kelas, teman-teman sedang sibuk dengan kegiatan masing-masing. Ada yang sarapan. Ada yang ngerumpi. Ada yang mengerjakan laporan untuk besok. Kadang aku bosan dengan suasana ini. Ingin rasanya pindah ke kelas sebelah, kelas Irsa maksudku. Jika tak mustahil, mungkin setiap pagi akan kulihat wajah tampannya. Meski jarang tersenyum, tapi daya tariknya tak memudar. Justru karena itulah aku sem