Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2015

Ibu-Bapa

Nyintreukna deudeuh, nyentakna nyaah  Ka urang Sanajan Bapa sok rajeun nyentak Sentakna tangara gelap di awang-awang Sanajan Ibu sok rajeun bendu Benduna liuh lilindukan purnama Nu kahalangan mega kaheman Sentak Bapa, bendu Ibu Dalit dina gaharna buah dalima Keur urang Sajak Karya Miati Suci Armilita Apa yang dilakukan orang tua kepada anaknya, meskipun kadang dengan cara yang tidak enak, tapi itu merupakan wujud kasih sayang. Terimakasih telah mendukung sepenuhnya hingga tercapai segala hal hingga saat ini. Terimakasih telah selalu memberikan kesempatan memilih dengan selalu memberi pertimbangan, bukan memaksa. Terimakasih, Ya Allah. Janji untuk terus berusaha menjadi yang terbaik adalah bentuk rasa syukur dari nikmat ini. 

Indonesia? Masih Candu Batubara

Tak ada yang patut dibanggakan dari rencana pembangunan PLTU Batang yang Agustus lalu diresmikan, meskipun katanya PLTU ini akan jadi PLTU terbesar se-Asia Tenggara. Dengan cadangan batu bara hanya 3% dari total cadangan dunia, bisa dikatakan batubara Indonesia tidaklah melimpah. Dan patut dipertanyakan mengapa pemerintah masih mengandalkan energi kotor ini untuk mega proyek 35 GW bukan dengan energi terbarukan yang bersih dan melimpah? Penggunaan fosil untuk energi khususnya energi listrik saat ini di Indonesia adalah suatu keniscayaan, apalagi jika kita ingin industri yang memberikan value added bagi Indonesia untuk tumbuh. Skala pembangkit listrik tenaga surya, angin apalagi laut masih kecil dan hanya untuk pre research atau bersifat komunal. Ke depan solusi Energi Mix dengan target 25% dari Energi Terbarukan di tahun 2025 harus didukung semua pihak dengan langkah kongkrit mulai sekarang. Dusta jika kita mendukung pengurangan fosil, tapi tak mendukung (diam) atau

Seonggok Jagung Di Kamar Karya : WS. Rendra

Seonggok jagung di kamar dan seorang pemuda yang kurang sekolahan. Memandang jagung itu, sang pemuda lihat ladang; ia melihat petani; ia melihat panen; dan suatu hari subuh para wanita dengan gendongan pergi ke pasar. Dan ia juga melihat suatu pagi hari di dekat sumur gadis-gadis bercanda sambil menumbuk jagung menjadi maisena. Sedang di dalam dapur tungku-tungku menyala. Di dalam udara yang murni tercium bau kue jagung. Seonggok jagung di kamar dan seorang pemuda. Ia siap menggarap jagung. Ia melihat kemungkinan otak dan tangan siap bekerja. Tetapi ini: Seonggok jagung di kamar dan seorang pemuda tamat s.m.a. Tak ada uang, tak bisa menjadi mahasiswa. hanya ada seonggok jagung di kamarnya. Ia memandang jagung itu. Dan ia melihat dirinya terlunta-lunta. Ia melihat dirinya ditendang dari discoteque. Ia melihat sepasang sepatu kenes di balik etalage. Ia melihat saingannya naik sepeda motor

Pelangi Malam Hari

Lihatlah, mentari bersinar cerah Sinarnya dibiaskan rintik hujan Tercipta pelangi melengkung begitu indah Warna-warni di langit biru yang terhampar Jika tidak kau saksikan hal yang sama Bukan mata kita yang salah Jangan pula kau tuduh aku berimajinasi Mungkin hanya beda persepsi Kapan kau lihat langit? Oh, ternyata pada malam hari Jadi, maukah kita melihat pelangi bersama di siang hari? Jika tidak, bualan apa yang sedang kau buat?

Seringkali Prasangka

Seorang ibu mendorong anaknya hingga terjerembab Akankah kau katakan dia kejam dan tak tahu malu? Padahal kemudian roda empat tak jadi mencium tubuh anaknya Seorang laki-laki menggenggam pisau yang berlumur darah Akankah kau katakan dia adalah pembunuh? Jika ya, sedangkal itukah pikiran manusia? Seorang anak mengingatkan kebaikan Akankah kau katakan dia sok tahu? Padahal kebenaran bisa datang dari setiap insan Seseorang mengutarakan pendapat berbeda Akankah kau memutuskan bahwa dia keliru? Jika ya, jangan-jangan hanya prasangka Jika ya, tak mengapa Karena yang benar Tak akan pernah takut diuji Dan yang berprasangka Seringkali hanya menuai kontroversi

Puisi Gagal

Satu kenyataan miris Tertampar tanpa sadis Ribuan kata yang lalu tertulis Akhirnya mengundang tangis Puisi bukan rem membuat manusia berhenti dan jatuh dalam perasaannya Puisi adalah roda mendorong manusia menciptakan keseimbangan Puisi yang indah adalah kata-kata tentang kebenaran karenanya muncul pengabdian kepada Tuhan Biarlah yang lalu terkubur bersama kenangan kemudian kan kulahirkan sajak indah menurut Tuhan