Jalan
cerita ini menjadi lain saat kau tiba – tiba pergi.Rumit dan dilema.Memang
akhir cerita yang bahagia hanya ada di negeri dongeng karena kebahagiaan dunia
ini begitu fana.Ini nyata.Ini tentangmu,Teman.Biarlah meski orang lain tak
mengenalimu.
Hujan.Tak lelah menghiasi malam ini.Kulihat
langit.Tak ada satupun bintang di langit yang menampakkan sinarnya.Bahkan bulan
pun harus mengalah pada kawanan awan tebal yang menutupi dirinya.Angin bertiup
kencang bahkan di ketinggian tujuh meter semakin kencang tiupannya seolah ingin
menjatuhkan diriku.Aku resah.Entah harus bahagia atau berduka.Separuh hatiku
menangis membuat bagian hati yang lainnya sulit tersenyum bahkan di malam yang
menurut semua orang membahagiakan – malam tahun baru.
Di
pinggir jalan layang yang selalu tiba – tiba ramai seperti pasar malam pada
tanggal 31 Desember mulai pukul 23.00 ini aku tak bisa seperti yang
lainnya.Sejauh mata memandang,fenomena berbeda dengan jiwaku selalu kutemukan.Tapi
memang,akulah minoritas.Berduka disaat yang lain tertawa.Ku arahkan tatapanku
jauh ke depan dan kulihat lampu – lampu rumah seperti bintang berkilauan.Ada
juga beberapa kembang api yang sudah dinyalakan.Lampu – lampu rumah itu
terlihat indah dalam pandanganku,namun tidak dalam hatiku.Pasti para penghuni
rumah berlampu itu sedang menikmati kehangatan dan kebahagiaan.
Ku
gerakkan kepalaku ke samping kanan,dan kulihat pasangan muda – mudi berjajar
sepanjang pembatas jalan.Ada yang seusia denganku,ada yang lebih tua,dan ada
yang lebih muda.Bahagia pula rupanya.Mereka tertawa,berteriak,dan menyalakan
kembang api menyambut berubahnya satu angka terakhir di kalender.
Ku
putarkan badanku sembilan puluh derajat,dan pemandangan yang sama masih
tertangkap oleh mataku.Tiga orang bersahabat sedang menikmati indahnya malam
pergantian tahun ini.Aku membalikkan tubuhku seratus delapan puluh derajat.Dan
masih kulihat senyum merekah semua orang menyambut tahun baru.
Teman,tahukah
aku disini untuk sebuah kesedihan?Kesedihan karena kepergianmu yang begitu tiba
– tiba.Pikirku jauh melayang.Ku dekatkan tubuhku pada pembatas
jalan,kusandarkan diriku disana.Waktumu singkat namun kebermaknaan kau tebar
pada orang lain.Aku?Ruh yang ada dalam tubuhku ini.Kasihan sekali dia.Tak bisa
menjadi sesuatu yang bermakna.Jalanku mungkin masih panjang namun dengan
berlikunya jalan itu entah mampu atau tidak aku meniru semangatmu menjadi
seseorang yang bermakna.Jika tak mustahil,aku rela memberikan ruh ini pada raga
yang masih ingin melihat dunia.Mungkin bisa juga kuberikan untukmu jika kau
mau,Teman.Namun karena itu mustahil,yang bisa ku lakukan hanyalah menjadikan
ruh ini tak sia – sia telah diciptakan Tuhan.Aku tak ingin menjadi manusia yang
bangkrut dalam bisNes kehidupan.Modal yang Tuhan berikan,ruh dan fisikku yang
sempurna kian hari ingin kian berarti.Namun,dinamikanya begitu sulit.
Bahagiakah
kau disana,Teman?Berita dari Tuhan,disanalah kebahagiaan abadi.Bukan disini
karena dunia ini begitu fana.Semua orang saling menjatuhkan demi kebahagiaan
disini.Semua orang berlomba menghalalkan segala cara hanya untuk mengecap
kebahagiaan sesaat.Bukankah itu sebuah penderitaan,Teman?Beruntunglah saat
ini,saat kau tiada setelah mampu memberikan makna.
Aku
mengingatmu di samping seseorang yang cemburu melihat aku bersedih
karenamu,Teman.Tapi sungguh,ada satu hal yang tak bisa aku lupa darimu yaitu
canda tawamu.Semua orang pasti tak bisa melupakan itu.Sepanjang usia yang kau
miliki,kau ingin membahagiakan orang – orang di sekitarmu dengan kejujuran di
setiap langkahmu.Kau mudah di terima lingkunganmu bukan karena ingin dipuja dan
dipuji.Aku tahu itu.Kau menduduki pekerjaan yang menyenangkan bukan karena suap
atau apapun namanya.Tapi karena kau berprestasi.Aku tahu itu.
“Nes”,panggilnya.Aku menoleh kepadanya
masih dengan tatapan duka.
“Sudah jangan bersedih.Jangan terus
dipikirkan”
Aku menatapnya tanpa kata.Aku tahu dia
marah karena aku masih mengingatmu,Teman. Kenyataan membuatku sulit untuk
tersenyum.Jika aku bisa meminta satu permohonan padanya,aku ingin
mengabadikanmu dalam rangkaian kata dan aku berjanji,ini yang terakhir.Bukan
apa – apa,hanya ingin memberikan inspirasi dan kenangan untuk orang lain.Kau
pun tak perlu memikirkan ini,Teman karena disisimu telah ada pendamping
setia.Dia pergi bersamamu di akhir hayat,bukankah begitu?Disana pastilah sudah
kau temukan pilihanmu.
Aku termenung.Bukan hanya karena kau pergi.Tapi
terpikirkan maut yang tiba – tiba datang.Masih tak menyangka.Sungguh sebuah
pelajaran berharga di awal tahun.Bagaimanapun kau adalah bagian dari
sunnatullah kehidupanku.Ada campur tanganmu saat aku berdiri seperti ini.Meski
singkat namun terimakasih banyak,Teman.
Teman,aku kehilangan satu inspirasi.Aku
tahu tak hanya bahagia yang pernah kau beri,tapi sungguh kau seringkali menjadi
sebuah pelajaran berharga,bahkan di akhir hidupmu.Aku tahu tak hanya aku yang
sedih atas kepergianmu.
Teman,semua orang merasakan
kehilangan.Apalagi di hari ini.Di setiap tanggal 12 Rabiul awal ini biasanya
kau hadir meramaikan suasana peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.Seperti
biasa,dengan canda tawamu.Kau mengajarkan apa yang kau pahami kepada adik –
adik di masjid.Kini.Kini tiada lagi.
“Nes,lupakan dia !”,ucap seseorang yang
sangat aku sayangi.
Lagi – lagi aku hanya menatapnya.Namun
kali ini disertai tetesan air mata.
“Atau kita putus”,sambungnya saat
melihatku menangis.
Air mata bertambah deras mengalir dari
kedua mataku.Aku tak bisa berkata apa – apa.Ada sejuta kalimat berputar – putar
dalam pikiranku.Tiga kata mengiris hatiku yang sedang sakit.Menambah luka
semakin menganga.
“Nes,kenapa hanya menangis?Bisakah kamu
melupakannya?Besok kita bertemu disini tapi hanya untuk mendengar jawabanmu.Aku
pulang sekarang !”,ucapnya dengan nada tidak biasanya.
Masih dalam tangisanku,kucoba mengumpulkan
keberanian.Aku masih terdiam hingga ia membalikkan badan dan melangkahkan kaki
untuk pergi dari sisiku.
“Tunggu”,pintaku singkat sembari menahan
gemetar bibir karena tangisan yang tak mampu kuhentikan.
“Kenapa semudah itu kau akan mengakhiri
hubungan kita?Hanya karena inikah kau bersikap demikian?”,tanyaku sambil
terisak – isak.
“Hanya?Menurutmu ini masalah kecil?”
“Apakah menangisi kepergian seseorang yang
pernah menjadi bagian dari hidup kita adalah hal yang berlebihan?Bukankah itu
wajar !”,ucapku tanpa menjawab pertanyaannya.Emosiku mulai terpancing.Beginilah
aku dan dia.Disaat marah masih sempat melakukan brainstorming.Sedikit hal yang kita lakukan dengan
perasaan.Semuanya hanya logika dan logika.
“Apakah menuliskan kisah seseorang yang
sudah tiada adalah masalah besar?Bukankah kau tahu aku sangat suka
menulis?Menulis apapun.Aku hanya ingin mengabadikannya dalam sebuah
tulisan.Bukan untukku,tapi untuk semua yang pernah mengenalinya.Apakah seseorang
yang menuliskan kisah Habibie berarti dia menyukainya?”,lagi – lagi aku
memberikan pertanyaan retorik.
Dia diam.Hanya memandangku.Aku tahu dia
sedang berpikir untuk menjawab semua argumenku.Dia sedang mencari cara untuk
mengungkapkan apa yang ada dalam pikirannya.Setelah kutunggu beberapa saat,dia
tak juga bersua.
“Ataukah kau menuduhku aku masih
menyukainya?Apa yang ada di pikiranmu?Katakan !”,desakku karena aku masih tak
menyangka pada pilihan yang dia tawarkan,’lupakan’ atau ‘putus’.
Aku tahu dia tak akan bisa berkata – kata
saat aku bersikap seperti ini.Bukan karena dia takut,namun tak ingin
menyakitiku dengan kata – kata yang terlontar tanpa ia pikirkan.
“Van,yang benar saja.Aku tak mungkin
menyukai seseorang yang sudah tiada”,kataku dengan nada pelan.Berharap ia akan mengerti
dan mau menyampaikan apa yang ada di pikirannya.
Lagi – lagi dia hanya terdiam.Memandangku
dengan tatapan tajam.Aku bingung.Antara emosi dan tak tega melihatnya seperti
itu.
Kucoba mengalihkan pandanganku pada
sekelilingku karena tak sanggup lagi memandangnya.Tepat pukul 00.00 suara riuh
petasan meramaikan malam yang suram ini.Kerlap – kerlip cahaya kembang api
menghiasi langit yang kelam.Tak ada yang peduli dengan rintik hujan.Seperti
tangisku.Seberapapun deras,sudah tak ada yang peduli,bahkan dia,orang yang ada
di sampingku saat ini.
Rupanya,ia sudah tak memandangku.Pandangan
tajamnya beralih pada tatapan kosong.Entah apa yang sedang dia pikirkan.Aku tak
mengerti.Namun aku tak ingin berlama – lama seperti ini.Aku mulai menurunkan
rasa emosiku.Kucoba membantunya mengatakan apa yang ingin ia katakan.Siapa tahu
apa yang kukatakan sesuai dengan apa yang ingin ia katakan.
“Van,apakah perilakuku selama ini
menunjukkan bahwa aku masih menyukainya?Tidak,kan?Aku tak pernah bertemu.Tak
pernah saling mengirim sms.Nih ya, Van.Kalaupun mengirim sms,itu hanya sebatas jarkom,tidak
lebih.Terakhir memang aku pernah mengirimkan sms padanya.Itu pun awalnya jarkom.Aku mencari botol bekas untuk perlengkapan
ospek.Ternyata hanya dia yang punya dan
merespon sms aku.Aku sangat
membutuhkan botol itu,Van.Kau tahu sendiri kan
masa – masa ospek seperti apa?Semua persyaratan harus terpenuhi.Aku bertemu
dengannya hanya untuk mengambil botol itu.Dia memang sempat menawarkan untuk
mengantarku ke kampus karena jam lima pagi pasti belum ada angkutan umum.Tapi
aku menolak,Van.Aku lebih memilih menunggu hingga ada angkutan umum,meskipun
saat itu akhirnya aku terlambat tiba di kampus dan terkena bentakan kakak
mentor.”,aku berbicara panjang lebar,dia hanya diam.Namun ada perubahan
ekspresi pada wajahnya.Seperti mendapat pencerahan,tak lama setelah mendengar
ucapanku yang panjang lebar,akhirnya ia melontarkan kalimat.
“Terus apalagi?”,hanya itu ternyata yang
terucap dari bibirnya.
“Apakah itu tidak cukup,Van?Dan apakah kau
punya bukti hingga menyimpulkan demikian buruknya diriku?”
“Aku tak menilai kamu salah.Aku hanya
ingin kau mengatakan yang sebenarnya.Aku menyimpulkan penilaian atas dirimu
bukan tanpa sebuah analisa.Aku tahu ada sesuatu hal yang berbeda karena
kesedihanmu tak wajar seperti teman – teman yang lain.Kau berlebihan.Orang lain
tidak seekspresif dirimu.Update
status tentang kepergiannya dan keinginan untuk menuliskannya,apa itu hal yang
wajar?”
“Van,pikirkan dengan logika.Ekspresi
kesedihan di facebook hanya karena
aku memiliki kesempatan untuk itu.Yang lain tidak?Itu karena bisa saja mereka
tak sempat untuk itu.Dan perlu kau tahu,tak hanya aku yang mencurahkan
kesedihan di facebook.Masalah
menulis,bukankah sudah aku jelaskan?Bukankah kau begitu paham bahwa aku sangat
senang menulis?Bukan hanya kisahnya yang pernah kutuliskan,tapi orang lain yang
pernah memberi kesan di hidupku.Dua hari yang lalu,aku menuliskan tentang
Irma,sahabatku sedari kecil.Bukankah aku juga pernah menuliskan tentang
Eva,Indra,Bayu,Silvia,Irma Nur dan bahkan kau sendiri pernah kutuliskan.Apa itu
tak cukup menjadi penjelas agar kau tak menilaiku masih menyimpan rasa suka
padanya. Kau salah besar jika mengatakan hanya aku yang masih bersedih hingga
saat ini.Teman – teman yang lain pun masih menyimpan kesedihan atas
kepergiannya.Kami hanya bersedih karena tak bisa memberikan yang terbaik di
akhir hidupnya.Kami merasa kehilangan di setiap momen yang ada di Masjid Nurul
Hidayah.Tak cukupkah itu untuk mengubah pikiranmu akan diriku?Coba pikirkan
dengan logika,Van”,kataku panjang lebar.Aku tak sanggup lagi membendung
tangisanku.Aku harap dia mengerti.Aku harap hal ini cepat berakhir.Aku tak
ingin kesedihan datang bertubi – tubi.Dan aku tak ingin semua berakhir begitu
saja.
Satu per satu manusia mulai meninggalkan
tempat ini.Tak terasa tiga puluh menit telah berlalu.Suara petasan tak lagi
banyak terdengar.Langit pun kembali kelam seiring padamnya cahaya kembang
api.Orang – orang pun mulai menyentuh tempat tidurnya setelah menanti hari
pertama di tahun 2013.
Tinggal aku dan dia yang masih berdiri
disini.Hanya sesekali mobil – mobil melalui jalan ini.Sepi sekali.Aku mulai
merasakan tubuh ini bergetar karena tertiup angin malam.
“Aku bingung harus mengatakan apalagi.Jika
aku mengatakan apa yang ingin kukatakan
pasti itu akan membuatmu menangis.Lebih baik kita pulang ke rumah masing –
masing.Lagipula aku tak enak jika tak menghadiri acara keluarga”
“Loh kok begitu?Kau lebih memilih disana
daripada berada disini bersamaku?”
“Ya.Disana lebih enak.Tak akan ada beban
pikiran.Disini hanya mendengar tangisanmu.Dingin,kehujanan,sakit hati.Bukankah
kau bilang harus objektif?Jika memang objektif,ya aku memilih berada disana.Aku
juga punya kegiatan yang lebih penting dari sekedar mendengar tangisanmu”,jawabnya.
“Loh,Van?”,aku mulai tak mengerti.
“Nes,dengarkan aku.Secara logika lebih
baik ada disana bersama keluarga,tapi ada sesuatu hal yang lain yang membuatku ada
disini.Rasa di hati ini,Nes.Aku tak ingin melihat orang yang kusayangi bersedih
meskipun ternyata harus mengorbankan perasaan ini.Secara logika,selama ini aku tak
mau mengantar jemputmu ke kampus karena aku tahu itu sesuatu hal yang tak
perlu.Jauh,males,panas,kehujanan.Lagipula sebenarnya kau bisa mengendarai
motor.Aku tetap melakukan hal itu.Kau tahu mengapa?Aku sayang kamu.Aku khawatir
terjadi apa – apa”
Aku tak menyangka itulah yang terucap
darinya.Kata – katanya meruntuhkan semua emosi dan keegoisanku.Jika aku mampu
bersujud,aku akan bersujud untuk meminta maaf padanya.
“Nes,dengarkan
aku.Saat kita menilai,logika memang penting.Tapi ada unsur lain dalam diri manusia
yaitu perasaan,sebuah hal yang tak pernah bisa kita lihat dengan mata.Tak bisa kita
sentuh dengan tangan.Tak bisa kita pikirkan dengan otak.Hanya hati yang pernah
merasakan yang akan mengerti.Aku punya perasaan,Nes”
Aku menangis.Terharu.Perasaan bersalah
mulai menyelimuti jiwaku.
“Maafkan
aku, sayang. Selama ini hatiku terlalu beku untuk menyayangimu.Mestinya tidak
begitu.Aku terlalu menuntutmu untuk bersikap rasional sebagai laki – laki
padahal kau pun sama punya hati.Aku terlalu menuntut agar kau mampu mengerti
rasaku,namun aku tak memberikan itu padamu”,ucapku disertai derasnya tangisan.
“Aku
tak menyalahkanmu.Hanya ingin mengatakan bahwa hatiku sakit melihat apa yang
terjadi,meskipun kutahu kau tak mungkin mengkhianatiku.Tapi sudahlah,aku tahu
pasti begini akhirnya.Maafkan aku”,ucapnya sambil memandangku.
Aku
memeluknya dengan erat.Air mata ini jatuh di pundaknya.Air mata ini bukan air
mata kemarahan seperti sebelumnya.Air mata yang mengalir ini adalah karena aku
takut kehilangannya.
Teman,beginilah
kisahku saat kau pergi.Aku mengalami dilema tingkat tinggi.Aku merasakan
kesedihan luar biasa.Namun akhirnya aku sadar.
Berbahagialah kau
disana,Teman.Berbahagialah dengan orang yang kau sayangi.Kuyakin kau telah
melupakanku meski sempat kau katakan akulah wanita terindah dan terbaik yang
pernah ada di hidupmu.Maafkan aku jika dulu aku tak bisa menerimamu
kembali.Semoga kau tenang disana.Semoga Tuhan memberikan tempat terindah
untukmu,Agus Sofian.
subhannallah kata2nya sungguh memesona nisa...terus berkarya.... hee jngn lupa mampir juga ya ke blog www.asepimamw.blogspot.com isinya cuma cerita absurt gitu... tp coba liat dlu.
BalasHapusmakasi komennya
Hapus:)
sip..pasti,.terus berkarya juga yaa
iya kmren baca..bodor lah cerita ttg main uno'y..
:D