Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2014

Karena Benci

Cerpen #1 Mengharap cahaya dari lilin tak bersumbu Mengharap cahaya dari lampu pijar tak berfilamen Penantian ini akan sia-sia Enam bulan yang lalu, aku patah hati. Laki-laki yang kuanggap akan mencintai ‘hingga darah tak mengalir dan jantung tak berdetak’ seperti yang pernah dikatakannya, ternyata tega mengingkari janjinya karena seorang perempuan yang mungkin menurutnya lebih baik dariku. Menangis adalah kegiatan rutin di setiap hariku saat itu. Penyebabnya tidak lain dan tidak bukan adalah dia yang kini bukan lagi milikku. Satu-satunya obat hati adalah menghilangkan seluruh kebencian dalam hati dan merelakannya bahagia. Sejak saat itu, rasanya tak ingin lagi mencintai. Sejak saat itu aku hanya peduli pada studiku. Seringkali aku mencela orang yang memiliki keinginan untuk berpacaran, apalagi jika perilakunya sampai berlebihan. Salah satu contohnya adalah kisah pedekate teman sekelas dari temanku. Perempuan itu begitu berambisi untuk mendapatkan hati seorang l

Peduli

  Memberi recehan sebagai bentuk simpati kepada teman yang sakit sementara gadget yang kita genggam jutaan rupiah? Memberi barang bekas tak layak pakai   kepada korban bencana alam sementara kendaraan yang kita gunakan sehari-hari begitu mewah? Miris Peduli bukan banyak atau sedikit Peduli tak terukur oleh materi Tapi peduli nampak dari hal yang kita beri dan kita miliki Peduli tak berhenti pada pertanyaan kenapa Peduli tak hanya ingin tahu Tapi bagaimana kita membantu Peduli bukan hanya menyaksikan Peduli bukan hanya iba Tapi mengulurkan tangan  Peduli tak sekedar mengucap belasungkawa Peduli tak sekedar turut bersedih Tapi menghapus air mata Karena peduli adalah tindakan Bukan sekedar rasa Bukan hanya ucapan

Cerpen : Dia Bongkahan Es, Bukan Sahabat

    “Dirimu harus menjadi lebih baik setelah mengenalku. Itulah tujuan persahabatan”             Aku menatap langit malam yang indah bertabur bintang dengan perasaan bahagia. Hembusan angin yang dingin mengingatkanku pada seseorang yang nasihatnya selalu terngiang di pikiranku. Nasihat yang membawa perubahan besar sejak saat itu, meski terucap dengan menyakitkan. Pikiranku terbang jauh pada masa itu. * Enam belas derajat celcius adalah temperatur lingkungan yang telah aku rasakan selama dua minggu di tempat ini dan sepertinya akan terus begitu hingga dua minggu ke depan. Di ruangan yang tak terlalu luas ini, dingin masih menusuk tulang. Karbon dioksida yang dihembuskan dari sebelas manusia pun tak cukup membuat ruangan terasa hangat. Tiupan angin di siang dan malam hari terasa sama. Dingin. Kala matahari terbenam, bumi berselimut kabut. Dari jarak yang tak terlalu jauh, asap membumbung tinggi dari menara-menara pendingin pembangkit listrik disertai beberapa sorotan lampu