Angkot.Itulah transportasi yang biasa aku dan
mahasiswa lainnya gunakan untuk pulang menuju rumah.Dikarenakan tak ada batas
apapun di dalam angkot,bisa dengan leluasa saling menatap satu dengan yang
lainnya.Suara yang terucap dari satu mulut dapat terdengar telinga begitu
saja,begitupun telingaku hingga akhirnya diterima oleh otak dan segera memberi
respon atas apa yang didengar.
“Anak ibu cerdas sekali.Lucu
ya”,ujar ibu yang duduk di seberang kanan ku sambil memberikan jajanan dari
kumpulan barang belanjaan ibu tersebut di pasar swalayan kepada anak kecil yang
ia katakan cerdas.Sang ibu itu hanya tersenyum mendengar anaknya dipuji.
“Bilang apa,Nak?”
“Terimakasih”,sahut sang anak dengan malu –
malu kepada ibu yang memberinya jajanan.
Anak itu memang terlihat cerdas.Menanggapi ini
itu,mengomentari setiap perintah ibunya,mengungkapkan segala hal yang ia
lihat,ia dengar dan ia alami.Kalau
istilah Sunda-nya mah “capetang”.
Tak lama kemudian,ibu dan anak kecil
itu turun sembari tersenyum kepada ibu tadi.Belum sempat aku menuntaskan
pikiranku tentang apa yang aku lihat,ibu tadi kembali bercakap – cakap dengan
seorang bapak yang memang tak ia kenal sebelumnya.Rupanya ibu itu memang mudah
akrab dengan orang lain.
“Cerdas sekali ya,Pa anak yang tadi”,ucap
ibu tersebut mengawali pembicaraan dengan bapak yang duduk di sebelahku.
”Bangga rasanya kalau punya anak
cerdas dan baik.Tidak membuat orang tua cemas dan pasti ke depannya jadi orang sukses”,kata
si bapa menanggapi.
Lalu ibu itu pun bercerita panjang lebar
dengan perasaan bangga menyertai di setiap kalimat yang dilontarkan,“Anak saya
juga,Pak baik sekali.Meskipun anak semata wayang,tapi nggak pernah macem - macem.Sangat
nurut sama mamanya.Sampai – sampai ajakan teman - temannya untuk main atau
sebagainya ditolak karena takut nggak
boleh sama mamanya.Teman - temannya mendekati kalau ada maunya.Saya sering
mengatakan kepada anak saya,sudah biarkan saja,kan masih ada mama.Dia mah
ga punya temen Pak di SMA-nya juga”.
Diam - diam aku memperhatikan anak yang
diceritakan oleh ibu itu.Duduknya tepat di hadapanku.Ya wajahnya terlihat
pendiam sekali.Muka – muka sering dijauhi oleh teman - temannya.hehe..Maklum
ketika di SMA sering menganalisa karakter teman – teman,salah satu penilaian kasar
adalah penampilan.But don’t judge from
cover.Siapa tahu ada sesuatu yang lain dibalik yang kita lihat.Kita pahami lebih
lanjut lewat cerita ibunya.
“Bu,justru tidak baik jika tidak punya teman”,komentar
bapa itu.
“Daripada terbawa – bawa tidak benar,Pak lebih
baik sering di rumah.Jaman sekarang ini kan
rawan sekali”,kata ibu itu tak mau kalah.
Bapa tersebut hanya tersenyum,terlihat malas
mengomentari lagi.Jika aku jadi bapa itu pun aku sepakat.Bukan masalah ada atau
tidak ada teman saja,namun ini bisa berdampak sangat buruk bagi kehidupan si
anak.
Di tengah habisnya energi sepulang dari kampus,di tengah kantuk yang
mendera,otakku masih memproses apa yang ku dengar,hingga muncul sebuah unek –
unek.Apa jadinya ya jika semua orang tua berpikir bahwa kriteria anak yang baik
itu yang pendiam,”iya – iya saja” pada orang tua,cenderung di rumah saja,jauh
dari aktualisasi positif.
Mengapa tadi sempat saya katakan berdampak
sangat buruk?Coba kita lihat kasus di bawah ini :
Anak pendiam dan penurut “buta” sering jadi target
aliran sesat.
Antara news :
Karawang (ANTARA News) -
Sejak 9 September 2007
lalu, mahasiswi D-III Politeknik Pajajaran "Insan Cinta Bangsa"
Bandung, Semester III, Achriyanie Yulvie (19), warga Perumnas Bumi Telukjambe
Blok T Nomor 536 RT 06/11, Kabupaten Karawang, Jabar, tidak diketahui
keberadaannya, setelah ikut pengajian "al-Qur`an Suci" di
Bandung.Pihak kampus tidak bisa berbuat banyak karena hilangnya Yulvie itu di
luar kegiatan kampus."Kami sudah mencari ke mana-mana, tapi tidak
menemukan Yulvie. Pihak kampus juga tidak bisa membantu karena proses hilangnya
Yulvie bukan saat kegiatan kampus," kata bapak Yulvie, Ahmad Suprapto
(52), kepada ANTARA, di Karawang, Jumat. Bahkan, ketika pihak keluarga
menanyakan keberadaan Yulvie kepada seluruh temannya, tidak ada yang mengetahui
di mana Yulvie berada.Hal tersebut disinyalir karena pengajian "al-Qur`an
Suci" tidak pernah diadakan di satu tempat, namun selalu digelar di tempat
yang berbeda-beda.Menurut keterangan yang dihimpun ANTARA, pengajian
"al-Qur`an Suci" disinyalir aliran sesat, karena mengajarkan manusia
hanya berpedoman kepada al-Qur`an, tanpa hadits. Jika seorang perempuan sedang
haid, maka dia dibolehkan membaca al-Qur`an, dan masih banyak ajaran lain yang
berasal dari pengajian "al-Qur`an Suci" tersebut.
Kedua orang
tua Yulvie, Suprapto dan Tati Sumiati (42), mengaku tidak mengetahui dan sangat
tidak menyangka kalau anak kesayangannya mengikuti pengajian seperti itu.
Sebab, Yulvie dikenal pintar, kuat ilmu agamanya, pendiam, penurut, dan tidak
banyak menuntut. "Kami benar-benar tidak menyangka. Andaikan kami
mengetahui lebih awal kalau Yulvie mengikuti pengajian seperti itu, tentu akan
kami luruskan," kata Suprapto.
Kasus seperti itu tak
hanya satu atau dua,justru hampir setiap kasus rekrutmen aliran sesat adalah
anak tipe – tipe pendiam dan penurut “buta”.
Megapa ?
Anak yang tidak kritis cenderung tidak
mengerti apa – apa karena selama hidupnya ia hanya menjalani apa yang ia lihat
dari orang tuanya dan apa yang ia dengar dari orang tuanya,bisa jadi
perilakunya pun “digerakkan” oleh orang tuanya.Hidupnya cenderung statis. Ketika
dihadapkan pada dinamika dunia luar,dia tidak mampu menilai dengan benar mana
hal benar dan mana hal keliru karena itu tadi,tidak pernah diajarkan berpikir
kritis karena yang ada diotaknya hanyalah kata orang tua kata orang tua,jika
ada kejadian yang belum pernah keluar dari mulut orang tua,maka tidak bisa
mengatasi sehingga jika dari covernya baik,maka dia nurut – nurut saja.Dia tak
mengerti motif dibalik perilaku seseorang.
Tidak punya teman ? Ini juga bahaya.Why?Fungsi teman biasanya tempat bercerita,kadang
juga mencari problem solving,pengaruhnya
besar sekali.Rata – rata dari kebanyakan kasus,orang yang direkrut aliran sesat
adalah anak yang asosial,tidak punya teman.Masalah teman baik atau buruk,itu
belakangan.Yang penting kita bisa memfilter.
Jadi seharusnya tak perlu heran jika sehari –
harinya anak yang pendiam,iya – iya saja,dan tidak punya teman biasanya jadi
sasaran aliran sesat.
Bukan cuma itu.Kita udah gede.Mau jadi apa jika selama hidup,apa - apa orang tua apa - apa
orang tua,jika orang tua sudah tak ada bagaimana?Ini bisa menimbulkan efek
psikologis yang buruk saat ditinggalkan orang tua.
Tempatkan apa yang engkau cintai di tanganmu
saja,jangan sampai ke hati karena dunia ini fana.Begitupun orang tua.Oke...dia yang merawat kita,menyayangi
kita dan kewajiban kita untuk menyayangi mereka.Namun jangan dibawa
emosional,tetap rasional.Yang namanya “sayang” adalah membuat mereka bahagia
yang benar – benar bahagia.
Oke...nurut – nurut saja kepada orang tua memang membuat mereka
bahagia saat ini,tapi efeknya?Kita tak pernah bisa mandiri,kita tak bisa
bersosialisasi.Bahagiakah mereka menurutmu melihat kita seperti itu?Ataukah
justru kita lakukan hal terbaik meski kadang kita terjatuh dan terluka,namun
mereka bisa tersenyum bahagia atas apa yang kita lakukan di kemudian hari?Di
saat mereka tiada,mereka akan bahagia jika kita sudah sukses dan tidak meratapi
mereka,benar kan?Maka..objektiflah..jika memang kita harus bersusah payah saat
ini dan orang tua kita bersedih melihat beban begitu besar dipundak
kita,katakan”Ini hanya sementara.Ini hanya sunnatullah
yang harus dijalani untuk menuju bahagia”
Katakan dengan penuh optimisme,katakan dengan
penuh semangat.Yakinkan mereka seperti Amr bin Ash meyakinkan orang tuanya. Disaat
orang tua tak sesuai harapan,beliau menyampaikan suatu kebenaran dengan
perilaku yang baik.Meski beberapa kali ditolak oleh ortunya namun akhirnya
karena tekad yang kuat demi sebuah kebenaran dan motif menyayangi
orrtu,akhirnya kedua orang tuanya pun mengerti dan bisa menerima kebenaran
tersebut hingga akhirnya kedua ortunya mati syahid,namun balasannya adalah
syurga.Itulah ! Meski terlihat sebagai sebuah derita,namun sesungguhnya
kebahagiaan lah ( cat : untuk sebuah kebenaran ). Yang namanya manusia,pasti
bisa luluh,hanya berbeda cara.Bisa disentuh sisi perasaannya atau sisi
pemikirannya.
Dan bayangkan jika kita iya – iya saja tanpa
paham pertanggungjawaban,hal keliru yang dilakukan orang tua pun pasti akan
kita lakukan,begitukah?Itukah bentuk rasa cinta kita?
Jika Nabi Ibrahim,Nuh,Musa,Muhammad,Amr Bin
Ash iya – iya saja terhadap orang yang dicintainya..Wow,pastilah kita tak bisa merasakan indahnya kebenaran Islam.Ingat
! Bukan menyayangi itu bukan emosional,tapi tetap objektif !
Perilaku yang mungkin sepele dan
seolah baik,ternyata hanya bias (nampak luar saja) dan berdampak buruk jika
tidak dibenahi. Kita harus kritis.Kita harus paham setiap hal yang kita
lakukan.Kita harus paham setiap perintah dan larangan dari orang tua.
Bagi seorang anak yang merasa belum
kritis,saya sebagai seorang anak mengajak teman - teman untuk bisa kritis,no taqlid.Jika orang tua kita benar,maka
kita harus paham pertanggungjawaban dari kebenaran tersebut ( cat : bukan
meragukan,menentang ).Jika orang tua kita beriman,kita harus mengerti apa
pertanggungjawabannya karena ingat : Iman tak bisa diwarisi,hanya dengan
pertanggungjawabanlah kita akan memahami.Jika orang tua keliru,kita harus mampu
mengingatkan dengan cara linta lahum,bukankah
kita menyayangi mereka?Bukankah saat kita membiarkan mereka keliru sama dengan
membiarkan mereka membangun istana di neraka ?
Sampaikan dengan tulus,“Mah,Pah,jangan hanya bekali
aku dengan nasihat dan kekhawatiran,tapi dengan sebuah do’a dan pertanggungjawaban
dari nasihat itu agar aku mampu menjadi manusia yang tak ceroboh dalam
melangkah dan tak terjebak dalam menilai sehingga saat aku terluka,aku mampu
sembuh.Saat aku terjatuh,aku mampu bangkit.Saat aku keliru,aku mampu kembali ke
jalan yang benar untuk meraih cita – cita ku.”
“Terima kasih,Mah.Semoga engkau bisa menjadi
inspirasi bagi orang tua yang seringkali mengatakan,”Jangan ikut ini..jangan
ikut itu..Nanti terbawa nggak bener..nanti
kamu sakit..nanti nilai di sekolah turun..Nanti ayah kamu marah..Udah POKOKNYA
nurut aja sama mama !”
Komentar
Posting Komentar