“Berpisah sudah segalanya. Yang tinggal hanyalah kenangan.
Diiring
do’a dan air mata. Yang
pergi tak kan kembali lagi”
-Rabbani-
Dia sedang merindukan seseorang. Seseorang yang pernah
berkesan dalam hidupnya. Enam tahun yang lalu adalah saat
pertama dia bertemu dengan seseorang itu. Dia tak pernah berani mengubah
harapan menjadi ambisi karena menurutnya perubahan itu hanya akan menimbulkan
sedikit luka dalam hatinya. Namun, sunnatullah memang tak pernah keliru. Ketika ada usaha untuk
memiliki, maka apa yang ingin dimiliki menjadi miliknya. Ya, seseorang itu menjadi
‘miliknya’.
Ketika itu, sebagaimana manusia lainnya, dia tak pernah tahu bahwa
semua akan berakhir seperti ini. Namun dia mengerti bahwa kebahagiaan
dunia begitu fana.
Dan kini, dia begitu merindukan
kehadiran seseorang yang telah hilang selama enam bulan ini. Saat-saat suka dan duka
begitu menambah kerinduannya pada lelaki itu. Ditambah dengan nuansa
Ramadhan yang sebentar lagi tiba. Bulan mulia dengan seribu keindahannya
membuat dia tak kuasa menahan rindu.
“Sedang apakah kau disana? Bahagia bersamanya kah? Aku turut
berbahagia jika memang itu yang terjadi. Namun aku ingin bertemu sebentar
saja. Ingin mengetahui kabarmu. Dan ingin mengatakan satu hal yang
belum sempat aku katakan. Bisakah kita bertemu? Aku benar-benar merindukanmu. Aku akan
menemuimu esok hari, sebelum bulan kebahagiaan itu datang”, ucapnya dalam hati sambil terus
memikirkan lelaki itu.
Akhirnya dia meminta seorang
teman untuk menemaninya menemui lelaki itu. Sesampainya disana, dia yakin bisa menemui lelaki
itu. Kerinduan
bercampur kesedihan menyeruak di dalam dadanya. Tetes air mata tak terbendung. Dia dengan segala perasaannya
meluapkan kesedihan melalui lisannya.
“Kau, mengapa pergi meninggalkanku begitu
saja? Tanpa
pamit. Tanpa
memberiku kesempatan untuk meminta maaf. Aku tahu, aku memang bukan siapa-siapa
lagi untukmu. Namun sungguh, kau terlalu acuh kepadaku. Aku tak peduli jika ada
seseorang yang marah kepadaku karena sikap ini. Aku hanya ingin meminta maaf
atas semua sikap dan ucapan yang sekiranya tak berkenan di hatimu. Aku datang
kesini karena aku merindukanmu. Merindukan saat-saat bulan suci
Ramadhan bersamamu. Bisakah kau kembali untuk melakukan kegiatan seperti biasa
bersamaku?”, ucapnya sambil terisak menangis.
Namun, Tuhan tak pernah mengijinkan.
“Aku sangat ingat ketika
saling membangunkan untuk sahur puasa senin kamis. Ingat ketika sering menelepon
saat hendak tidur. Ingat ketika berada di sebuah tempat yang terpisah, kau katakan bahwa kau tak
akan berhenti mencintai ku hingga darah mu tak mengalir dan jantung mu tak
berdetak”, lanjutnya sambil berusaha menghentikan tangis.
“Ya Allah,Ya Rabb.
Pengalaman cinta yang luar biasa. Terpisah satu
pemikiran yang berbeda dan maut yang begitu cepat. Namun kesan itu
tak pernah bisa aku lupakan. Aku ingin ini menjadi suatu cerita yang tak pernah habis. Ya Allah, bukankah ini
hanya sebuah cerita dan rasa rindu yang tak pernah bisa aku wujudkan? Maka dari itu, aku mohon
jadikan dirinya semua keadaan baik-baik saja. Dan Ya Allah, jaga dia, jaga orang yang
pernah menyayangi dan membahagiakan manusia lain dari api neraka-Mu. Sampaikan rasa
rinduku padanya. Sampaikan bahwa sebentar lagi bulan suci ramadhan akan tiba.Biasanya
inilah saat-saat aku bisa bertemu. Ya Rabb, aku begitu
merindukannya. Merindukan sejuta kenangan yang kini hanya bisa aku tuliskan”, ucapnya dalam hati.
Kini dia hanya bisa memandang
sebuah tulisan yang membuatnya tak habis pikir secepat itu nama lelaki itu tertulis
pada nisan.
Tulisan lama
Komentar
Posting Komentar